Matinya Sebuah Gurita

Benarkah judul di atas?

Kalimat ini diucapkan oleh seorang presenter berita olahraga dari sebuah televisi swasta pagi tadi. Karena menyadari kesalahannya, dia segera meralat menjadi “Meninggalnya Seorang Gurita”. Maksud hati ingin menyampaikan kabar kematian Paul Sang Gurita Peramal, tetapi setelah diralat ternyata masih ada kesalahan, entah menyadari atau tidak atau mungkin karena malu, kesalahan kedua ini tidak diperbaiki lagi.

Menurutku , kalau sudah berani bekerja sebagai pembawa acara yang tampil di depan orang banyak seharusnya tidak boleh ada kesalahan berbahasa. Mungkinkah dia grogi atau demam panggung, ataukah terbiasa dengan bahasa asing yang hanya mengenal kata “a” atau “an” untuk semua kata benda? Atau mungkin juga karena sekarang ini sedang trend menggunakan bahasa campuran Indonesia dan Inggris sehingga tidak tahu lagi tata bahasa Indonesia yang benar? Bolehlah jika tidak mau menggunakan bahasa baku dengan alasan agar tidak membosankan, tetapi  mengapa untuk hal mendasar seperti ini saja ada kesalahan?

Teman, anda tahu bukan bagaimana aturan yang betul untuk kalimat judul di atas? Mari perbaiki bahasa kita, gunakan bahasa Indonesia yang benar.  Hidup Sumpah Pemuda.

47 respons untuk ‘Matinya Sebuah Gurita

  1. marsudiyanto berkata:

    Reporter berita yang sifatnya bukan breakingnews memang selayaknya lebih siap, paling tidak dia sudah mempelajari judul berita yg akan disampaikan.
    Tentang yang kasus gurita tadi, mungkin penyiarnya nggak konsen sehingga ketika ketemu nama PAUL, spontan langsung terpikir MANUSIA… 😀

  2. tutinonka berkata:

    Mbak Monda, yang sulit adalah satuan untuk jin, malaikat, atau hantu. Pakai satuan apa ya? Seorang? Kan bukan orang. Sebuah? Kan bukan benda. Seekor? Lho, memangnya punya ekor … hihihi … 😀

    • monda berkata:

      halah … halah .. bener juga ya, semalam aku jadi mikir apa ya yg tepat utk jin dan malaikat, tiba2 pagi ini seolah dpt ilham he…he… mungkin bisa sesosok ya, jadi sesosok malaikat gitu

  3. nanaharmanto berkata:

    Wah, saya baru tahu bahwa Si Paul gurita mati dari posting ini.. jagat sepakbola musuh kesebelasan Panser Jerman pasti puas tuh, gembira ria… hehe…

    Tentang reporter, saya juga sampai mendidih mendengar reportase mereka. tata bahasa dan gramatika acak adul, isi berita kadang berlebihan dan tidak akurat sehingga masyarakat jadi panik dan resah. Misalnya saja mereka menyebut Jalan kaliurang kilometer 6 sebagai jalan yang berjarak 6 km dari Merapi dan sudah terlanda awan panas.. seolah kota Jogja sudah diterjang awan panas. kan bikin masyarakat panik dan geger.
    Padahal Jalan Kaliurang Km 6 itu diukur dari Kaliurang ke pusat kota Jogja, Kaliurang sendiri masih agak jauh dari Merapi.
    Ada lagi mereka menyebut desa Cakem untuk Pakem, Kinahrojo utk Kinahrejo, dan Harjobinangun untuk Hargobinangun… masak reporter tidak memberikan info yang akurat? gemes sendiri deh Kak… 🙂
    Maaf Kak, malah curcol, kepanjangan deh komentar saya..

    • monda berkata:

      Mungkin masih kurang pengalaman utk siaran langsung, trainingnya terlalu singkat mungkin, padahal kan pintar2 semua, kan syarat kerjanya minimal S1. Hrsnya mrk didukung team yg bisa kasih data akurat. Dan nggak usah melintir kata2.

  4. tiket pesawat berkata:

    waduh jadi pembawa acara harus menggunakan kalimat bahasa indonesia yang tepat ya, iya jg sih karena dilihat oleh bnyk orang.
    baru tau juga aku kalo gurita si paul meninggal….

  5. bintangtimur berkata:

    Mbak…ikut ngejawab boleh ya?
    Matinya Seekor Gurita…hehehe, bener nggak 😉
    Ngomong-ngomong, saya baru tau kalo Paul itu sudah mati…untung aja Piala Dunianya udah selesai…
    Bahasa Inggris yang dicampur-campur pake Bahasa Indonesia sering bikin saya malu hati saat mendengarnya, aneh banget kalo buat saya, gimanaaaaaaa gitu 😛

    • monda berkata:

      Warga biasa dan anak2pun sudah biasa pake bhs campuran gitu, di satu sisi sih baik utk perlancar bhs asing, tp jangan sampai bahasa Indonesia jadi rusak.

  6. Sugeng berkata:

    Sampai sekarang remaja Indonesia belum terbiasa mengunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Apalagi dengan berkembang nya bahasa perusak (alay), tidak hanya verbalnya saja yang salah tapi penulisan nya pun jadi amburadul 😦

    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

  7. edratna berkata:

    Kalau jadi pembicara memang harus berhati-hati.
    Saya pernah mendengarkan seorang pejabat yang juga salah ucap…namun karena masalah yang dibahas spesifik, tak banyak yang menyadarinya.

  8. Mechta berkata:

    Ah..mbak Monda teliti sekali… Tapi memang seharusnya kita begitu ya, dan bagus juga menyampaikan kritikan agar kedepan lebih baik lagi….

  9. partnerinvain berkata:

    si Paul manusia apa yang gurita? kalo manusia meninggal kalo Paul gurita ya mati. Paul kecapean kali abis diperas otaknya mikir buat taruhan piala dunia barusan. Oh Paul I’m gonna miss you, piala dunia yg akan datang ada pengganti Paul ngga?

  10. indahjuli berkata:

    “Menurutku , kalau sudah berani bekerja sebagai pembawa acara yang tampil di depan orang banyak seharusnya tidak boleh ada kesalahan berbahasa.”

    Setuju sekali sama kalimat diatas.
    Sayangnya, entah karena durasi, entah mengandalkan tampang cantik, ganteng, banyak pembawa acara di televisi sekarang, kalau membacakan berita suka beleber (artikulasi dan kalimat tak jelas).

    Contoh lainnya, acara TV juga, wawancara dengan Kepala BKMG tentang meletusnya Merapi, Pak Surono sudah menjelaskan dengan detail, bicaranya runtut, dan cergas, eh si anchornya, mengulang-ulang pernyataan Pak Surono menjadi pertanyaan, bete yang nontonnya 😦

    • monda berkata:

      Reporter dan host banyak yg belepotan. Btw clara aku nggak bs ninggalin komen di blogmu, kucari2 nggak ketemu klik di mana lewat hp soalnya. Smg pohon clara cepat tumbuh besar ya. Yuk teman2 ikuti jejak clara.

Tinggalkan Balasan ke monda Batalkan balasan