Gara-gara kemarin cari foto untuk posting foto bertema oranye, ketemu foto kursi plastik yang juga oranye, berlokasi di Jembatan Siti Nurbaya, Padang. Jadi ingat masih ada sisa cerita perjalanan di Sumatera Barat, Januari lalu.
Ke Padang hanya sebentar karena paginya sudah mampir di Istano Baso Pagaruyung di Batusangkar, yang jaraknya cukup jauh, sehingga sampai di ibukota Sumatera Barat ini sudah menjelang senja. Kami diajak oleh tuan rumah menikmati suasana sore di sebuah jembatan yang diberi nama Jembatan Siti Nurbaya. Saat senja hingga malam hari lokasi ini jadi tempat nongkrong warga. Di sini disediakan lokasi untuk pkl (pedagang kaki lima). Orang senang duduk di trotoar ini memandangi ke arah Batang Arau. Di sungai ini banyak terparkir perahu kayu dan speed boat yang biasanya digunakan nelayan dan wisatawan untuk menyeberang ke pulau-pulau lokasi diving dan surving.
Jembatan ini dinamai menurut tokoh rekaan karya Marah Rusli yang bukunya menjadi salah satu roman sastra Indonesia yang sangat terkenal pada awal abad 20. Gadis Siti Nurbaya yang akhirnya menyerah pada adat kawin paksa menjadi begitu legendaris. Akibatnya banyak warga yang sampai percaya makamnya ada di Bukit Gunung Padang. Jembatan yang menghubungkan Kota Padang dan Bukit Gunung Padang karena dibelah sungai bernama Batang Arau akhirnya pun dinamakan Jembatan Siti Nurbaya. Sayangnya aku tak pandai memotret jejeran lampunya yang cantik. Tiang-tiang lampu ini konfigurasinya melengkung seperti bagonjong (atap rumah Minangkabau).
Jembatan Siti Nurbaya ini berada di daerah kota tua dan pecinan di Padang. Aku baru tau lho di Padang ada wilayah seperti ini. Sebagai penikmat wisata kota tua mau banget rasanya jalan-jalan santai di situ, meskipun kota tuanya belum secantik Sawahlunto. Aku rasa akan sangat bagus kalau daerah ini ditata, penikmat wisata kota tua kan lumayan banyak juga jumlahnya. Gedung yang sempat kufoto hanya gedung kantor Bank Indonesia, difoto dari atas Jembatan Siti Nurbaya.
Kami, aku dan 4 rekan blogger ikut berbaur bersama masyarakat di tepian jembatan makan jagung bakar dan martabak. Aku, Inon dan Titik jadi modelnya adik-adik blogger Bukittinggi. Fariz dan sepupunya Inon langsung eksperimen dengan kamera DSLR punya emak LJ, sementara sang pemilik kamera dan suaminya pergi sebentar .meninggalkan kami menikmati suasana senja.
kalo ada jembatan Siti Nurbaya mestinya ada jembatan Samsul Bahri dong :p
Makan jagung bakar dan martabak…duh, pengen banget, mbaaaaak!
sampai sekarang martabak buatan orang Minang itu rasanya memang beda, apalagi satenya, wah, wah…betul-betul menggoda selera…
😀
iya bener mbak.., sama2 namanya martabak, tapi bisa beda2 rasanya antar daerah
Foto terakhir itu foto perahu-perahu di sungai Batang Arau ya Mbak. Cakep juga kalau lampu-lampunya menyala begitu
Ketika kecil dulu, saya harus menggunakan sampan untuk menyeberangi gunung padang dan olah raga pagi menuju batu si malin kundang di pantai air manis.
Waktu itu Jembatan Siti Nurbaya belum ada 😦
Foto kursinya cakep, kontras sana backgroundnya.
trims bu..pengen dapat background rumah2 tua tapi apa daya tak berhasil
Ternyata boleh ya mbak duduk di sana di atas jembatannya, aku juga mau dong, bakalan motret banyak pemandangan di sekitarnya *ngayal* 🙂
wah..kalau Ely yang moto pasti jembatan Siti Nurbaya bakal terlihat indah banget …
kapal2 kecil disitu menarik lho, aku cuma berbekal hp jadi motonya juga terbatas, juga aktivitas orang2 di sekitarnya bakal jadi foto menarik
Doakan suatu saat Orin bisa juga memotret sang kursi orange di jembatan Siti Nurbaya itu ya Bun 🙂
amiin..amiin.. cantik lho di sini Orin.., pasti bakal banyak dapat obyek foto
Ooo ada jembatan yg bernama Siti Nurbaya? Jadi ingat kisah sang eror Datuk Maringgih 😉
cerita ini memang ngetop banget kan.., jadi masih ingat sampai sekarang ya..
Haaaa.. Kangen Jembatan Siti Nurbayaaa.. 😥
Iss mesti la maen ke sana lagi Kak, uda lama ngga pulang kampung aku. Heheh..
iya, ternyata di sekitarnya pun cantik.. maulah kk jalan kaki raun2 di situ
Biasanya kalo ada org yang ke padang, mesti deh foto di jembatan siti nurbaya ini 😀
kalau gitu jembatan ini sudah jadi salah satu ikon kota juga dong ya
Sepertinya kak, soalnya sering bgt yg k padang foto di sini, mgkn krn namanya kali ya 😀
Sepertinya kota tua dan pecinan itu dimana-mana ada ya :D, Dhe baru dengar ada jembatan siti nurbaya *doh*
belum terlalu dikenal memang jembatannya, relatif baru sih..
baru tau ada jembatan ini.. belum pernah plesir ke daerah sumatera kaaa… dan pengen!
apa kabar eda..
ayu dicoba jalan ke Sumatera.., aku belum pernah jalan ke Jatim
baru tau ada jembatan siti nurbaya 🙂
🙂 jembatan baru sih ini.., baru beberapa tahun
tapi gak ada jembatan datuk maringgih ya bu? hahaha
jembatan itu kalau siang sepiiiii… kalau malam, ruameee
tapi kok itu udah ada bangkunya yah, padahal masih terang… apa itu menjelang sore, bund?
iya bang, kami nyampe sini udah setengah enam sore
Namanya keren ya, Jembatan Siti Nurbaya, hehehe 🙂 .
nama tokoh itu udah terkenal banget sih ya
jembatan Datuk Maringgih ada gak mba? Terus itu pacarnya Siti siapa? saya lupa.
nama Datuk Maringgih.. konotasinya negatif ya.., agak janggal ya kalau dipake..
pacarnya Siti si Syamsul Bahri
Jembatannya itu ya kak? Aku pikir jembatan tua gitu
jembatannya masih baru Non..
wah..baru tahu saya kalau ada jembatan yang memang disengaja disediakan buat orang-orang menikmati pemandangan kesungai.. ada kursi lagi.. menarik itu pasti..
untungnya lalu lintasnya nggak padat mbak…., jadinya bisa juga duduk2 santai dan foto2 di tengah2 jembatan he..he.. kebawa narsis sama adek2 ..