Suatu kali kaum kerabat berembuk untuk pulang bersama dan berkurban di kampung, banyak famili yang masih perlu dibantu. Walau keluarga inti tak ada lagi di sana, ada tujuan lain yaitu mengenalkan generasi yang besar di rantau pada akarnya dan pusakanya.
Bangunan masjid kampung Simaninggir, Sipirok, biasa menjadi tempat berkumpul. Lokasinya di jalan raya antara Padang Sidempuan dan Sibolga. Beberapa ekor kambing dan sapi dikurbankan di depan masjid disaksikan seisi kampung. Kampung sunyi sepi jadi hidup bersemangat.
Di bagian pemandian wanita ada sebuah sumur tua dalam berair jernih dengan dinding hijau karena lumut dan pakis liar. Ada juga kolam semen besar untuk penampungan air. Di area ini daging sapi dibersihkan, dibagi dan sebagian lagi diolah dan dimasak di atas tungku. Aroma yang timbul sungguh membelai hidung, paduan wangi kuah gulai menggelegak dan kayu bakar membara. Wajan, kuali dan sudip raksasa sehingga menjadi tugas kaum bapak untuk mengaduknya.
Santap siang bersama pun tiba. Tua muda duduk bersila di dalam masjid menghadap piring kosong. Seorang bapak membawa baskom nasi, menyendok nasi munjung dengan piring , menuangkannya ke piringku lalu seorang lagi meletakkan potongan besar gulai daging. Porsi jumbo yang menyeramkan untuk anak-anak seusiaku, dan langsung mogok makan. Bapak tua di sebelah bisik-bisik “lehen ma di ompung” (untuk ompung) dan pindahlah isi piringku.
Tulisan ini awalnya diikutsertakan dalam Lomba Menulis : 1001 Kisah Masjid di blog oom NH. Satu foto lain tentang masjid yaitu Masjid Agung Jawa Tengah.
Words count : 208