Jakarta – Melbourne 1 Jam

Terinspirasi dari  komentarku dan pertanyaan yang belum kujawab di blog  mbak Choco Vanilla di sini,  selengkapnya kutulis saja di sini.

Kebiasaan mendengarkan siaran radio ketika berangkat kerja kurasa dilakukan hampir setiap penglaju di Jakarta, karena selain untuk memantau lalu lintas mencari celah jalan yang tak terkena macet, siaran radio juga bisa membuat pendengar senang hati bahkan sampai tertawa terpingkal-pingkal dan sejenak melupakan kemacetan.

Ada beberapa radio yang sering aku dan suami  dengarkan di pagi hari, maka kami sering pindah channel kalau sedang iklan atau bila penyiar tak cocok dengan selera.

Senin pagi hari antara jam 7 – 8 kami berdua  mendengarkan siaran radio Lite FM 105,8 . Radio ini cukup banyak membuat acara yang bermanfaat, salah satunya pernah menampilkan Mario Teguh (waktu itu radio masih bernama Ramaco) dan beberapa acara motivasi lainnya. Setiap  Senin ada acara siaran langsung tanya jawab Jakarta – Melbourne dengan wartawan senior dari Radio Australia Siaran Indonesia, pak Nuim Khaiyath. Maka acara inipun dinamakan Postcard From Melbourne.

Pak Nuim adalah wartawan senior, yang sudah menjadi wartawan sejak 1960an (profilnya ada. di sini) Pantaslah beliau punya banyak pengalaman di dunia jurnalistik.  Wawancara dengan beliau ini mengenai kejadian aktual , tapi tak ada kesan memihak, cukup bijak mengomentari setiap pertanyaan penelpon.

Ingatannya yang tajam tentang peristiwa dan  sejarah kejadian suatu  peristiwa membuatnya mendapat sebutan kamus berjalan. Tak hanya berita politik nasional dan internasional yang bisa ditanggapinya dengan baik, tetapi juga olahraga termasuk sepak bola (beliau juga mantan atlit polo air), agama, dan kuliner. Cara penyampaiannya yang ringan membuat betah pendengarnya dan rindu bila beliau tak siaran.

Beliau  berasal dari Melayu Deli, Sumatera Utara. Tak heran ucapannya sesekali masih mengangkat pepatah lama seperti “tongkat membawa rebah” , “bujur lalu melintang patah” (yang sering diulang-ulang, sampai kamipun hafal) dan banyak lagi. Kurasa banyak pengetahuan   baru yang didapat dari ucapan beliau, seperti sholat Idul Fitri pertama kali digelar di lapangan tahun 1930an di Medan mendapat banyak tentangan, kata-kata Indonesia baku yang sekarang tak terdengar kadang-kadang dimunculkan lagi oleh beliau .