.
Tahun ini Ramadhan terasa berbeda. Persiapan hidangan buka puasa tak seheboh dahulu di saat anak-anak masih kecil. Masa itu kami suka ngabuburit mencari hidangan berbuka. Di kompleks perumahan kami ada titik di mana banyak ibu yang jual makanan berbuka. Semakin beranjak dewasa rupanya tak ada lagi “lapar mata” . Ramadhan terasa semakin simpel. Tak ada lagi cerita catatan sekitar puasa berburu es pisang ijo favorit dan jalang kote, selain memang karena si ibu langganan sudah tak tinggal di kompleks kami lagi.
Aktivitas di bulan Ramadhan masih seperti biasa, aku bekerja dan anak-anak sudah kuliah semua. Si bungsu sudah jadi anak kos, karena jarak kampus dari rumah cukup jauh dan sering macet. Jadi tak efektif dan akan menguras tenaganya bila harus pulang pergi dari rumah ke kampus.
Tapi rupanya ‘bau rumah” masih dirindukan si bungsu. Adek masih tak merasa nyaman sahur dan berbuka puasa seorang diri. Akhirnya dia jadi lebih banyak pulang ke rumah, naik kereta commuter line atau kujemput.
Jam kerjaku selama Ramadhan tahun ini sejak jam 07.00 hingga 14.00. Jam pulang kerjaku lebih cepat, sehingga bisa dimanfaatkan untuk menjemput si bungsu yang kuliah hingga jam 18.00. Akibatnya aku harus menyediakan makanan berbuka untuk kami berdua. Cari makanan di sekitar kampus saja sekalian. Yang dijual tak beda jauh sih dengan penjual lainnya di mana pun. Makanan khas buka puasa ada di sana, bubur sumsum, bubur biji salak, gorengan dan lain-lain. Kami berdua buka puasa di parkiran he.. he.. dan berlanjut sholat magrib di musholla kampus. Suasana musholla bikin takjub. Musholla yang cukup luas itu sampai harus sholat Magrib berjamaah 3 kali. Jamaahnya penuh, sekali sholat bisa 20 orang makmumnya. Dan anak-anak remaja ini pun menyiapkan takjil sederhana, berupa kurma, gorengan dan teh manis.
Bila tak menjemput ke kampus, makanan berbuka di rumah untukku lebih banyak ke buah-buahan saja. Bosan dengan buah potong kusiapkan buah dengan tampilan lain, mirip sop buah hanya tanpa gula dan susu, hanya dengan buah segar tok. Jus kombinasi buah naga dan semangka, lalu letakkan potongan buah pepaya di dalamnya. Pilihan lain jus melon dan pisang ditambah anggur bulat atau lengkeng. Mak nyus banget deh.
Untuk anak-anak masih tetap tersedia kolak, pisang coklat, bubur sumsum atau kembang kol goreng. Mereka masih nggak terlalu suka buah.. hadeeh..
Tahun-tahun sebelumnya heboh buat rencana mudik tetapi tak punya waktu libur, karena aku hanya dapat libur di tanggal merah Hari Raya saja. Tahun ini cuti bersama selama seminggu tapi mungkin tak akan ada cerita mudik. Tak ada lagi orang tua di kedua belah pihak yang akan didatangi.. hiiks.. Tak ada lagi persiapan membuat rendang dengan resep andalan keluarga. Mungkin tahun ini aku harus belajar menyiapkan menu Lebaran, yang simpel saja. Ada usul teman?
Kembali mengangkat cerita Ramadhan karena trigger tulisan mbak Julia Amrih di blog KEB, Ramadhan Bersama Keluarga, Ngapain Aja.
Kalo lagi puasa emang pasti senengnya buka dan sahur bareng keluarga ya…
Selamat puasa ya…
Ramadhan di rumah sayaa, semenjak saya dan kakak saya sudaaaa tumbuh besar, jadi teramat simpel sekali mba ._.
Menu lebaran yang paling dinanti saat di rumah Ibu….opor ayam.
Huuhuu…enaknya kebangetan.
Dimakan berhari-hari pun rasanya seddaaap tak terkiraaa..
Iya banget. Semakin besar, anak-anak semakin ngerti arti puasa. Ramadhan jadi serba simpel. Aku sih masih punya anak bocah. Jadinya masih heboh bulan puasa ini. 🙂