Story Pudding : Mengandung Tanpa Dampingan Suami

Masa kenalan sampai awal pernikahan kami harus berbeda daerah, alias LDR, cinta jarak jauh. Banyak juga kisah suka dukanya untuk tetap mempertahankan  komunikasi. Waktu itu kami mengandalkan pos, surat menyurat dengan kilat khusus. Hubungan telepon cukup susah, aku dan suami terpaksa janjian dulu kalau mau menelfon. Aku yang telpon ke kantornya, atau aku kerumah kost teman yang punya telpon, atau numpang ke tetangga dan dia akan menelfon ke sana. Aku sudah mendaftar untuk pasang telfon di rumah tetapi antriannya ternyata cukup lama. Maka tak heran bila akhir minggu kantor Telkom selalu penuh dengan teman-teman  senasib perantauan yang datang dari kabupaten untuk antri menelfon keluarga masing-masing.

Ini terjadi karena aku masih di daerah menyelesaikan WKS (wajib kerja sarjana). Program pemerintah ini mengharuskan lulusan baru mengabdikan ilmunya dulu, aku di daerah dengan masa pengabdian 3 tahun. Setelah dua tahun lebih  aku di daerah kami menikah (persiapan acara pernikahan betul-betul tak ikut serta, hanya tinggal datang didandani he..he…). Setelah selesai cuti menikahpun langsung kembali ke tempat tugas, sendirian (tentu saja perpisahan diiringi tangis  Bombay..he..he..)

Ternyata tanpa ada jeda aku langsung mengandung. Mula-mula terasa cukup berat, hamil pertama kalinya tanpa dampingan suami,  tetapi lama-lama kupikir kalau mau diberat-beratkan masalah ya bisa jadi berat, tapi kalau mau santai  dan tak terlalu berpikir macam-macam semuanya akan mudah saja. Termasuk ketika harus memotong cincin kawinku,  hanya pergi berdua dengan ibu asisten.

Masalah ibu hamil yang ngidam tak kurasakan, tak ada morning sickness, hanya pinggang yang terasa sangat sakit.  Untunglah rekan-rekan kerja baik hati, sangat memperhatikanku, ada yang membawakan kepiting supaya bayi cerdas katanya, membawakan jagung rebus  supaya anak  kuat tak gampang sakit, dll.

Beberapa waktu hanya berdua ibu asisten di rumah,  akhirnya, seorang teman yang tak mendapat rumah dinas bergabung. Sama seperti diriku, dia juga sedang mengandung, usia kehamilan kami sama, hanya dia  hamil anak kedua,  dan suami dan anak pertamanya juga di Jakarta.  Tak lama setelah itu, telfonpun masuk juga ke rumah kami, sehingga kamipun bisa saling bercerita dan mengurangi rasa kangen ke rumah masing-masing.

Yang lucunya adalah bila kami sedang kepingin makan di luar. Dua ibu gendut beriringan jalan mencari angkot dan makan ke rumah makan Padang atau Palembang, betul-betul seperti barisan drum-band he..he…  Selera kami hampir sama, antara lain gulai otak …. unik juga dua  ibu hamil semeja berdua.

Alhamdulillah, tak lama setelah itu karena mendekati akhir masa pengabdian kami berdua sama-sama mengurus surat pindah. Untung dikabulkan. Langkah selanjutnya adalah siap-siap mencicil ngepak barang-barang yang bisa dibawa dan menitipkannya ke Damri untuk diambil suamiku di poolnya di Kemayoran. Usia kehamilan memasuki 9 bulan kami bisa pindah dan menanti masa persalinan didampingi keluarga.  Dan,  tak disangka kami berdua melahirkan di tanggal dan bulan yang sama, akhir bulan ini, hanya dia duluan siang hari karena operasi Caesar dan aku melahirkan spontan malam harinya.

Kisah ini diikutsertakan pada  “A Sotry Pudding for Wedding”  yang diselenggarakan oleh Putri Amirilis dan Nia Angga.

62 respons untuk ‘Story Pudding : Mengandung Tanpa Dampingan Suami

  1. lozz akbar berkata:

    ada beberapa hal yang membuat saya takjub dari cerita tante Monda.. yang pertama cespleng banget ya gak nunggu lama-lama untuk ngedapatin buah hati hehe

    yang terakhir takjub juga saya, melahirkan kayak janjian aja bisa bareng. saran nih tante jik yang lahir nih cewek dan satunya cowok.. dibesanin aja deh hehe

  2. edratna berkata:

    Cerita yang berakhir manis ya mbak Monda..
    Saat hamil saya masih satu kota, namun karena masing-masing sibuk, maka namanya ke dokter kandungan ya sendirian, sepulang dari kantor. Kadang suami sempat menyusul saat saya belum dipanggil dokter, kadang saat saya sedang diskusi/periksa dokter, atau kadang saya sudah pulang dari dokter.

    Saat mau melahirkan suami tugas ke luar kota, saya sudah siap jika terpaksa melahirkan tanpa ditunggu suami..syukurlah suami datang malam hari…dan saya melahirkan anak pertama besoknya.
    Memang nyidam atau tidak tergantung kita kok…mau nyidam, lha suami pulang malam, saya sendiri udah capek pulang kantor, jadi rasanya ya cepat aja masa hamilnya, tahu-tahu sudah waktunya melahirkan.

  3. Allisa Yustica Krones berkata:

    Kisahnya hampir sama, kak, waktu hamil dulu sampai anak ku umur 2 tahun kami juga LDR. Cuma bedanya sekarang kan soal komunikasi udah bukan masalah lagi dan kalo kami suami yang ditempatkan di ‘kampung’ saya mah masih untung ditempatkan di kota 😀

    Dan memang, mungkin karena jauh dari suami, malah waktu hamil bisa dibilang gak ada masalah. Mual hanya 2 minggu aja, trus setelah itu malah lahap banget makannya sampe berat badan naek 26 kilo…hihihihi…

    Bener banget ya kak, segala sesuatu itu kalo dibawa berat ya bakal terasa banget beratnya 🙂

  4. Orin berkata:

    ya ampuuun, kesukaannya gulai otak, ada2 aja nih duo bumil tanpa dampingan suami hihihi…
    Gudlak ngontesnya ya Bun, Orin msh blm buat nih 😦

Tinggalkan komentar